Istilah syawalan atau sering disebut halal bihalal, memang berasal dari bahasa Arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syawalan memiliki arti âacara maaf-memaafkanâ pada hari Lebaran.
Pada hari Senin, 5 September 2011, pukul 09.30 â selesai di Mesjid Hikmah Tawakkal segenap Pimpinan, Dosen dan Staf Universitas Mercu Buana Yogyakarta serta hadir perwakilan tamu undangan yaitu Kapolsek, Sekcam dan Bank BPD Sedayu, mengadakan Tradisi Syawalan yang selalu rutin diadakan setiap tahun. Syawalan yang datang setiap tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri masih menjadi hari yang istimewa bagi semua orang. Rektor UMB Yogyakarta menyampaikan bahwa semua alhamdulillah dapat berkumpul dengan sehat walâafiat serta hari dan hati yang fitri. Kita ingin meningkatkan bahwa hari ini kita ingin bersilaturahmi untuk bersalam-salaman, untuk saling memaafkan. Dengan mudahnya kita katakan âmaaf lahir batinâ. Saya ingin maaf lahir batin yang kita ucapkan itu tidak hanya di bibir saja, melainkan diresapi. Karena sebenarnya tidak mudah untuk memaafkan, apalagi memafkan sesuatu yang menyakitkan. Kalau kita hanya maaf lahir batin hanya hari itu saja dan besok tidak, maka itu hanya percuma saja. Yang penting adalah bahwa kita memang betul-betul memaafkan. Kalau iya memaafkan janganlah membicarakan orang lain (ngerumpiin), lah ini lho yang susah dihindari. Dengan memaafkan memang kita betul-betul memaafkan antara satu pribadi dengan pribadi yang lain, antara pimpinan dengan bawahan.
 Syawalan diartikan sebagai hubungan antarmanusia untuk saling berinteraksi melalui aktivitas yang tidak dilarang, plus mengandung sesuatu yang baik dan menyenangkan. Maka, berhalal bihalal, mestinya tidak semata-mata dengan memaafkan melalui perantara lisan atau kartu ucapan selamat saja, tetapi harus diikuti perbuatan yang baik dan menyenangkan bagi orang lain khususnya yang diajak berhalal bihalal. Syawalan juga merekatkan persatuan dan kesatuan, dan mendorong orang untuk jujur. Adanya kerelaan untuk saling memaafkan, sudah membuktikan mencairnya individualitas, strata sosial, egoisme, dan sebagainya. Orang juga dituntut untuk jujur, mau mengakui kesalahan dan lantas meminta maaf. Kejujuran dan kerelaan hati untuk memaafkan ini, merupakan terapi psikologis yang sangat ampuh bagi setiap orang. Pasalnya, dengan lepas dan hilangnya dosa-dosa, orang akan merasa damai, tenang dan tentram.
By. Arni